
KS, JAKARTA – Rencana Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek-RI) akan menghapus program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi sekolah yang memiliki kurang dari 60 siswa selama tiga tahun terakhir menuai banyak kritikan, tak terkecuali dari kalangan politisi senayan.
Anggota Komisi X DPR RI, Muhamad Nur Purnamasidi menilai kebijakan Kemendikbudristek bertentangan dengan Undang-undang, kebijakan tersebut tidak ubahnya dengan membunuh perlahan sekolah swasta, terutama yang berada di daerah pedesaan, terlebih di kawasan yang termasuk dalam kategori daerah 3T yaitu daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal
“Saya tak sependapat dengan rencana kebijakan mas mentri Nadiem, karena jelas jika ini diberlakukan akan menjadi batu sandungan untuk sekolah-sekolah swasta terutama sekolah yang beradad di kawasan terdepan, terpencil dan tertinggal,” kata Bang Pur sapaan akrabnya kepada kabarsenator.com, Senin (13/9/2021).
BACA JUGA : Di Webinar PMII, Sylviana Murni: PTM Jadi Impian Bagi Semua
Ia memahami, walaupun mas Menteri Nadhim Makarim menyatakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang petunjuk teknis pengelolaan Dana BOS Reguler belum dan tidak akan diberlakukan di tahun 2022 mendatang, namun keresahan ditingkat arus bawah sudah mulai terasa.
“Padahal kan sudah jelas eksistensi sekolah swasta ini jauh lebih dulu ada sebelum sekolah negeri didirikan. Tidak sedikit pula sekolah yang awalnya swasta yang akhirnya beralih status menjadi sekolah negeri atau beralih status di -negeri -kan,” jelasnya.
Menurutnya, kebijakan ini memiliki dampak yang luas. Akan ada banyak guru yang menjadi pengangguran dadakan, banyak siswa mengalami putus sekolah, karena sekolahnya terpaksa ditutup.
BACA JUGA : Mendagri Beri Lampu Hijau Wacana Pembentukan Provinsi Papua Selatan
“Selama ini, banyak sekolah yang sangat mengandalkan dana BOS untuk dapat tetap bertahan dalam operasionalnya. Terlebih di masa situasi Pandemi Covid 19 ini, kemampuan ekonomi masyarakat menurun drastis. Saya berharap kebijakan ini ditinjau ulang, bahkan di cabut saja. Lebih banyak mudharat dibanding manfaatnya. Peraturan Menteri ini hanya akan menimbulkan kegaduhan baru, yang justru menghabiskan energi dan tergangunya berbagai prioritas program pendidikan yang di gagas mas menteri,” pintanya.
Politisi Parta Golkar menambahkan, bahwa dalam perjalanan kesejarahan bangsa, sekolah swasta memiliki andil yang signifikan. Bahkan posisi dan perananya sangat strategis dalam masa pergerakan melawan penjajah dengan memberikan “pencerahan” semangat patriotisme dan nasionalisme. Oleh karena itu, dana BOS adalah menjadi hak warga negara sebagaimana amanat konstitusi.
BACA JUGA : Filep Wamafma Desak Presiden Segera Bentuk Satgas Mafia Investasi
“Saya mensinyalir kebijakan mas menteri ini sebagai bagian skema penggabungan sekolah. Saya sangat menyayangkan bila kebijakan ini diberlakukan dengan menjadikan BOS sebagai perangkat “senjata” yang membunuh pelan- pelan terutama bagi sekolah Swasta. Karena selama ini, tidak dipungkiri masih ada dikotomi negeri dan swasta. Padahal keduanya bisa saling bersinergi, saling menopang dan melengkapi serta memiliki tujuan yang sama yakni mencerdaskan kehidupan bangsa,” terang alumni Fisip UNEJ tersebut.
Bahwa awal mula sekolah swasta itu didirikan bagian dari kepedulian serta tanggung jawab masyarakat untuk membantu pemerintah menyediakan layanan pendidikan, nilai yang sifatnya keuntungan.
“Upaya penggabungan sekolah dengan menjadikan Dana BOS sebagai “perangkap” saya nilai tidak pada tempatnya. Penggabungan sekolah, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak faktor yang menjadi pertimbangan baik geografis, sosiologis, budaya maupun kearifan lokal yang dimiliki,” pungkasnya. (nar)