
KS, JAKARTA – Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra angkat bicara mengenai penanganan Covid-19. Ia menilai belum meredanya penularan salah satunya disebabkan faktor kebijakan yang berubah-ubah. Ia menyebutkan beberapa kebijakan itu dari PSBB, PPKM Darurat, hingga PPKM Level 3-4.
Yusril mempertanyakan darurat kesehatan dengan berganti-ganti kebijakan dan orang. “Rumusan-rumusan hukum juga tidak selalu jelas, dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan menimbulkan pertanyaan, apakah pure pelanggaran atau ada unsur politik,” katanya dalam webinar yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), baru-baru ini.
Menurut ahli Hukum Tata Negara ini, kondisi tersebut membuat citra kurang positif kepada pemerintah, karena muncul anggapan tebang pilih dalam penerapan kebijakan. Ia mendesak pemerintah merumuskan secara tepat termasuk landasan hukum karena kesalahan dalam kebijakan bisa berdampak berjatuhannya korban.
“Enggak ada yang menjamin kesehatan kita sekarang. Salah kebijakan bisa mati massal, dan kalau mati massal itu bisa genocide (genosida) juga karena pembunuhan bersifat massal,” Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu mengingatkan.
Mantan pengacara Joko Widodo dalam Pilpres 2019 itu menyebutkan beberapa contoh kebijakan yang bermasalah, antara lain digunakannya Instruksi Mendagri sebagai dasar hukum PPKM. Kemudian pelibatan Menteri BUMN Erick Thohir dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.
“Kalau legitimasi dipertanyakan, orang memberi instruksi juga gimana, ya, tarik ulur, mundur maju mundur maju,” Yusril menegaskan.
Yusril juga menyinggung mengenai jumlah kematian tenaga kesehatan dan dokter. Selain harus mendapat perhatian serius juga perlu ditelusuri. Yusril menyarankan IDI meminta bantuan Komnas HAM apakah ada unsur pelanggaran HAM terkait gugurnya para dokter.
Yusril mencontohkan mengenai jam bekerja hingga alat pelindung diri (APD) yang ala kadarnya sehingga harus mengorbankan diri.
“Saya kira Komnas HAM atas permintaan IDI dapat melakukan penyelidikan ada unsur pelanggaran HAM atau tidak. Kemudian Komnas HAM bisa menyelidiki apakah ada unsur pembiaran sehingga jatuhnya korban begitu masif,” katanya. (Red)