
KS, JAKARTA – Beredarnya foto bendera ormas terlarang di ruang kerja salah seorang karyawan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menimbulkan sejumlah polemik dikalangan masyarakat. Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) salah satu pegiat anti korupsi menuliskan sejumlah catatan atas insiden yang dinilai ceroboh tersebut.
Ahmad A Hariri, Peneliti LSAK memberikan catatan atas bendera ormas terlarang tersebut. Menurutnya, kontroversi bendera organisasi terlarang di meja ruangan kantor KPK penting untuk diperiksa kembali dan diselesaikan secara tuntas.
“Klarifikasi KPK via jubir Ali Fikri maupun informasi lain yang telah beredar di media belum menjelaskan tentang siapa ideologi dan bagaimana ideologisasi-isme organisasi terlarang itu bisa lahir di KPK,” kata Hariri, Selasa (5/10/2021).
BACA JUGA : Kapolri Tampung 56 Pegawai KPK Tak Lolos TWK, LSAK: Kapolri Jaga Wibawa Lembaga Dong!
Hariri mengatakan, bendera memang hanya sebuah simbol. Tapi simbol yang dipakai sebagai pertanda atas sebuah pemahaman tertentu. Ketika bendera sebuah organisasi yang dilarang karena bertentangan dengan ideologi bangsa, tetapi berada di gedung pemerintahan republik Indonesia. Maka jadi pertanyaan besar ialah bagaimana simbul itu muncul?.
“Apa pemilik meja tempat bendera itu terpajang merupakan penyebar pemahaman ideologi itu atau dia yang terkontaminasi pemahaman tersebut dari lingkungan pekerjaannya?,” tutur Hariri dengan nada bertanya.
BACA JUGA : LSAK: KPK Desak BPK Audit Kemenkeu dalam Kasus Korporasi Pajak
Sebagaimana diketahui, organisasi masyarakat HTI telah dibubarkan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 berdasarkan Perppu nomor 2 tahun 2017. Alasan pembubaran karena bertentang dengan ideologi dan hukum negara di Indonesia. Dengan kata lain, penganut paham dari organisasi terlarang itu bukan hanya sekedar oposisi terhadap pemerintah. Namun juga maklum diwaspadai sebagai oposisi negara.
Catatan terpenting dalam hal ini bahwa, paham organisasi terlarang itu menyusup dalam lingkungan aparat penegak hukum. Maka jangan sampai masyarakat dibuat dilema, apakah penegak hukum sedang menjalankan penegakan hukum atau tengah menegakkan politik ideologi? Bila dilema terjadi, hampir dipastikan satu langkah kemenangan telah diambil oleh kelompok anti ideologi kebangsaan. (red)