KS, JAKARTA – Menindaklanjuti Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.352/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2021 tanggal 21 Juni 2021 tentang Langkah-Langkah Penyelesaian Permasalahan Hutan Adat dan Pencemaran Limbah Industri di Lingkungan Danau Toba, serta menindaklanjuti penyelesaian permasalahan hutan adat/wilayah adat di lingkungan Danau Toba, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar Rapat pembahasan bersama secara virtual dan faktual, jumat (3/09).
Acara dimaksud dihadiri antara lain unsur-unsur Eselon 1 KLHK terkait, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba, Unit Pelaksana Teknis KLHK di Sumatera Utara, dan Koalisi CSO seperti KSPPM, AMAN Tano Batak, BRWA, HUMA, WALHI dan JIKALAHARI serta dari unsur Perguruan Tinggi yang diwakili Dr. Suryo Adiwibowo dari IPB University.
Agenda utama yang dibahas antara lain sinkronisasi data usulan-usulan hutan adat wilayah Danau Toba yang sangat dinamis. Dalam pertemuan ini, Dirjen PSKL KLHK Bambang Supriyanto memaparkan hasil pemutakhiran data wilayah Masyarakat Hukum Adat (MHA) di lingkungan Danau Toba sebanyak 31 usulan.
“Sinkronisasi data ini merupakan hal yang sangat penting dalam proses penyelesaian wilayah adat, karena menyangkut strategi penanganan dan prioritas penyelesaian pengakuan MHA dan Penetapan Hutan Adat. Hasil sinkronisasi akan menjadi modal kerja yang sangat berguna bagi Tim Verifikasi Terpadu yang segera dibentuk untuk selanjutnya memulai kerja-kerja verifikasi di lapangan pada September 2021,” kata Bambang.
Adapun wilayah MHA yang semula berjumlah 22 lokasi seluas ± 25.965 Ha, terdapat penambahan sebanyak 9 lokasi baru. Kesembilan lokasi tersebut yaitu 5 lokasi dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) dan 4 lokasi dari Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) sehingga jumlah keseluruhan menjadi 31 lokasi dengan luas ± 43.068 Ha.
Sementara, wilayah MHA yang terindikasi tumpang tindih dengan areal kerja PT. TPL yang semula 9 lokasi dengan luas ± 7.867 ha berubah menjadi 22 lokasi dengan luas ± 18.961 ha.
Selanjutnya, Pemerintah juga menargetkan lokasi prioritas di Kabupaten Toba yang semula 6 lokasi menjadi 7 lokasi dan di Kabupaten Tapanuli Utara yang semula 9 lokasi menjadi 11 lokasi. Kemudian, terdapat 2 usulan hutan adat yang secara administratif berada di Toba dan Kabupaten Tapanuli Utara (lintas administrasi Kabupaten).
Secara umum, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Toba dan Tapanuli Utara menyampaikan apreasisi positif dan bersiap mendukung kerja-kerja Tim Verifikasi Terpadu, sehingga penyelesaian permasalahan sengketa wilayah adat di Danau Toba dapat segera terselesaikan.
Salah satu catatan penting yang disampaikan Dr. Suryo Adiwibowo dalam pertemuan ini yaitu perlunya mencari “wisdom” dari proses verifikasi ini. Proses-proses pembuktian eksistensi MHA, Wilayah Adatnya dengan segala dinamikanya tidak akan mungkin selesai apabila semua pihak hanya berpegang teguh pada pendiriannya masing-masing.
“Diperlukan suatu kebijaksanaan kolektif untuk bersama-sama melihat dinamika permasalahan secara jernih demi kepentingan masyarakat adat sekarang dan dimasa yang akan datang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Dirjen PSKL Bambang Supriyanto menjelaskan terhadap lokasi yang sudah dikeluarkan SK pencadangan Hutan Adat dan areal-areal prioritas penyelesaian lainnya, akan dilakukan kegiatan rehabilitasi lahan kritis disekitar Danau Toba dengan tanaman-tanaman sesuai kearifan lokal setempat. Bibit-bibit tanaman akan disiapkan oleh Balai Pengelolaan DAS HL Asahan Barumun, Balai PSKL Sumatera dan komunitas masyarakat adat setempat.
“Melalui upaya tersebut, dapat terus dikembangkan nilai komoditasnya melalui kegiatan kewirausahaan demi kemandirian masyarakat adat,” pungkasnya. (Wid)