KS, JAKARTA – Asosiasi penerbangan internasional Board of Airline Representatives Indonesia (Barindo) mengadu ke Ketua DPD RI mengenai masalah yang dihadapi industri penerbangan saat ini. Pasalnya, Industri penerbangan kini sedang lesu.
“Industri penerbangan di Indonesia sangat merasakan dampak serius pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya. Sementara pemerintah seakan tutup mata dan belum memberi insentif kepada kami ini,” kata Susie Charma, Secretary General Barindo saat audiensi dengan DPD RI, Selasa (31/8/2021) kemarin.
Sebelum pandemi, Barindo menjadi salah satu penyokong pertahanan ekonomi, pariwisata dan perdagangan Indonesia. Berdasarkan data statistik yang berhasil dirangkum oleh IATA, Barindo membantu perekonomian Indonesia sebesar Rp 277 Triliun per tahun, dan menyerap tenaga kerja sebanyak 4,7 juta orang.
BACA JUGA : 2022 Perekonomian Global Diproyeksikan akan Pulih
“Kami merupakan bagian dari aspek ketahanan ekonomi. Sekarang kami mengalami penurunan sangat drastis. Makanya kami minta ada perhatian dan solusi dari permasalahan ini,” kata Farshal.
Data dari Barindo, industri penerbangan selama pandemi mengalami penurunan, untuk penumpang hingga 80% (penerbangan internasional) dan 60% (penerbangan domestik), sedangkan untuk barang mengalami penurunan hingga 55% (domestik dan internasional).
Menurut Farshal, ada beberapa poin yang diharapkan bisa dibantu oleh DPD RI untuk disampaikan pada Kementerian atau lembaga terkait.
“Barindo meminta bantuan kepada DPD RI agar membantu mengusulkan pembukaan border secara gradual dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat. Kami mengusulkan penumpang pesawat adalah semua yang sudah divaksin, seperti halnya masuk mal atau restoran,” lanjut Farshal.
Barindo berharap pemerintah meninjau ulang prosedur karantina biaya sendiri selama 8 hari yang dinilai terlalu lama, apalagi bagi mereka yang hasil PCR-nya negatif.
BACA JUGA : Rekan Indonesia Minta Jokowi Perpanjang Masa Jabatan Para Pimpinan Daerah
“Kami juga khawatir adanya dugaan tindakan monopoli yang mengakibatkan kenaikan harga dan penurunan standard service. Artinya, akan terjadi biaya atau cost tambahan untuk setiap airline, karena harus melalui proses inspeksi, audit, training dan perubahan di dalam Program Keamanan Perusahaan Angkutan Udara Asing (Foreign Aircraft Operator Security Programme-FAOSP) dan Prosedur Keamanan Lokal (Local Security Manual-LSM). Atau dengan kata lain, permasalahan di Cargo Terminal Operator (CTO) di Terminal Denpasar dan Surabaya dari Multi operator ke Single operator,” kata Yoyok dari PT. Jasa Angkasa Semesta (PT. JAS) yang merupakan Ground Handling untuk melayani berbagai penerbangan internasional yang beroperasi di Indonesia, khususnya Jakarta, Surabaya dan Denpasar.
Terakhir, Barindo berharap pihak terkait mengkaji ulang biaya sewa kantor di Bandara Denpasar yang naik 7% di masa pandemi, dimana pengelolanya adalah PT Angkasa Pura I.
Ketua DPD RI, melalui Staf Khusus Sefdin Syaifudin, menjelaskan bahwa apa yang disampaikan Barindo akan menjadi bahan kajian Ketua DPD RI untuk ditindaklanjuti melalui Komite terkait di DPD RI. Khususnya mitra dari Kementerian Perhubungan dan Kementerian BUMN terkait Angkasa Pura.
Terkait dugaan adanya monopoli, Sefdin berharap Barindo atau JAS membawa permasalahan itu ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terlebih dahulu, sebagai saluran yang tepat.
“Intinya DPD RI akan mendukung semua upaya untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional. Karena posisi DPD RI akan membantu pemerintah agar kebijakan yang diambil tepat sasaran dan sesuai dengan kepentingan stakeholder dan masyarakat. Termasuk dunia usaha,” tegasnya. (red/nar)