KS, JAKARTA – Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) berharap dana perimbangan pusat ke daerah diharapkan tidak lagi mengalami refocusing anggaran yang seperti yang terjadi di tahun 2021. Refocusing anggaran perimbangan ke daerah berdampak besar bagi kesinambungan fiskal daerah. Hal tersebut terungkap dalam Sidang Paripurna Luar Biasa ke-1 Masa Sidang I Tahun Sidang 2021-2022, di Gedung Nusantara V Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (2/9/21).
Sidang Paripurna Luar Biasa ini mengagendakan Pertimbangan DPD RI Terhadap Rancangan Undang Undang (RUU) Tentang Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 dan Pertimbangan DPD RI terhadap Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2022 yang dipimpin oleh Wakil Ketua Nono Sampono didampingi Wakil Ketua DPD RI Mahyudin dan Sultan B Najamudin tersebut berlangsung secara kombinasi fisik dan virtual.
“Sidang Paripurna Luar Biasa saat ini mengambil agenda pengesahan Pertimbangan DPD RI Terhadap Rancangan Undang Undang (RUU) Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 dan Pertimbangan DPD RI terhadap Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2022,” ucap Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono membuka sidang tersebut.
Pada kesempatan ini DPD RI memberikan beberapa catatan terkait indikator-indikator yang tertuang dalam RAPBN 2022, yaitu pertama Rancangan APBN 2022 masih dibayangi oleh pandemi COVID-19. Capaian herd immunity penting mengingat vaksinasi adalah game changer pemulihan perekonomian agar beragam target dan sasaran dalam RAPBN 2022 bisa terlaksana dengan baik. Kedua pada tahun 2020, defisit anggaran diproyeksikan masih berlanjut di atas 3% sebagai konsekuensi dari pandemi COVID-19. DPD RI berharap agar tahun 2023, defisit APBN sudah kembeli di bawah ketentuan 3%. Hal ini mengharuskan pemerintah untuk bekerja ekstra keras dalam pengelolaan fiskal.
“Ketiga, dana perimbangan pusat ke daerah diharapkan tidak lagi mengalami refocusing anggaran yang seperti di tahun 2021. Refocusing anggaran perimbangan ke daerah berdampak besar bagi kesinambungan fiskal daerah. Hal ini tentunya akan memberatkan daerah terlebih ketika episentrum pandemi telah menyebar ke daerah-daerah,” ungkap Ketua Komite IV DPD RI Sukiryanto.
Sementara itu, Ketua Komite IV Sukiryanto pada laporannya memberikan apresiasi terhadap capaian opini “Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)” atas LKPP Tahun 2020. Namun demikian ada beberapa catatan khusus yaitu, pelaksanaan APBN 2020 tidak optimal karena kegagalan pemerintah di dalam membuat prioritas-prioritas kebijakan di tengah pandemi Covid-19, defisit anggaran yang mencapai 6,14% dari PDB harus menjadi concern Pemerintah, pengurangan TKDD pada APBN-P (Perpres Nomor 72 tahun 2020) sangat disayangkan, apalagi SILPA tahun 2020 mencapai Rp245,6 triliun, indikator kesejahteraan yang menjadi indikator keberhasilan APBN 2020, yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019 tentang APBN Tahun Anggaran 2020 Pasal 46, yakni tentang kemiskinan, tingkat pengangguran terbuka dan gini rasio tidak satupun tercapai.
“Pertimbangan DPD RI bertujuan agar penyusunan Rancangan Undang Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020 menjadi lebih baik dan realistis,” lanjut Senator asal Kalimantan Barat tersebut.
Menutup Sidang Nono Sampono menyampaikan bahwa Tema RAPBN 2022 adalah Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural dengan pokok kebijakan fiskal mencakup, pemantapan pemulihan ekonomi dengan tetap memprioritaskan penanganan sektor kesehatan sebagai kunci pemulihan ekonomi.
“Dengan pertimbangan DPD RI, diharapkan APBN 2022 menjadi realistis, berkeadilan dan berkepastian sesuai dengan prioritas pembangunan nasional dan daerah,” pungkasnya. (red)