Oleh : Nono Sampono / Wakil Ketua I DPD RI
Beberapa hari kedepan bangsa yang besar ini akan merayakan kemerdekaannya yang ke 76. Kebesaran bangsa ini tak lepas dari perjalanan sejarahnya yang panjang. Sejarah penyatuan sebagian besar wilayah Nusantara menjadi Indonesia melalui proses perlawanan yang panjang (lebih dari 300 tahun). Perjuangan menentang kolonialisme, kesadaran berkebangsaan tahun 1908, kesepakatan kewilayahan (suku bangsa yang memiliki teritory) melalui sumpah pemuda 1928, serta perjuangan politik dan fisik mengusir penjajah tahun 1945.
Akhir dari perjuangan panjang tersebut adalah Indonesia menjadi sebuah negara berdaulat bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang bertujuan untuk kemakmuran yang berkeadilan (adil dan makmur) secara menyeluruh. Artinya untuk kesejahteraan, kemajuan, keamanan dan kejayaan bersama, tanpa memandang suku bangsa dan wilayah bahkan perbedaan apapun yang ada sesuai amanat Pancasila dan UUD 1945. 76 tahun sudah usia NKRI sejak 17 Agustus 1945, ternyata saat ini kita masih melihat dan merasakan bahwa hasil pembangunan nasional belum dirasakan oleh semua warga negara. Terdapat disparitas antara Jawa dan luar Jawa, Kawasan Timur Indonesia dengan Kawasan Barat Indonesia, serta antara daerah kepulauan dengan pulau besar.
Setiap era dari sebuah pemerintahan telah melakukan sesuatu yang memiliki nilai bagi rakyatnya. Hal itu diakui sebagai pencapaian yang patut mendapat apresiasi. Dalam perspektif kesetaraan pembangunan saya ingin mengajak kita untuk menyoroti khususnya kondisi di Kawasan Timur Indonesia yang serba tertinggal dalam banyak hal dibandingkan dengan Kawasan Barat Indonesia. Kita memang harus mengakui bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam periode pertama (2014-2019) sampai sekarang di periode kedua (2021) telah melakukan berbagai upaya mengakselerasi pembangunan melalui visi misi Nawacita dan poros maritim dunia.
Wujud dari implementasi visi dan misi tersebut adalah membangun Papua melalui pembangunan infrastruktur jalan yang membelah bumi cendrawasih serta pembangunan pada satu atau dua daerah bercirikan kepulauan. Namun dengan waktu yang tersisa dalam dua periode rasanya mustahil bisa mencapai apa yang diharapkan kita semua, yaitu adanya kesetaraan melalui pembangunan berkeadilan yang harusnya dirasakan oleh daerah-daerah di Kawasan Timur Indonesia dan bercirikan kepulauan.
Agar momentum pembangunan nasional di usia ke-76 tahun negeri ini tidak terhenti, diperlukan regulasi atau payung hukum dalam bentuk UU sebagai wujud kehadiran negara dalam menyelesaikan aneka persoalan di Kawasan Timur Indonesia. UU Daerah Kepulauan dan Otonomi khusus akan menjadi legacy Presiden Joko Widodo yang akan terus dikenang oleh generasi yang mendatang. Dengan demikian kalaupun pemerintahan Presiden Joko Widodo akan berakhir di tahun 2024, maka dengan UU tersebut tetap akan menjadi dasar bagi pemerintahan selanjutnya untuk meneruskan proses pembangunan nasional khususnya di Kawasan Timur Indonesia dan daerah yang bercirikan kepulauan.
Sebagai hadiah 76 Tahun NKRI sekaligus jawaban atas hal tersebut di atas, maka RUU daerah kepulauan dan RUU Otonomi Khusus Papua harus segera disahkan. ***