KS, JAKARTA – Koordinator Tim Penasehat Hukum Heddy Kandou, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, SH, MH, menegaskan bahwa tuntutan 14 tahun penjara terhadap kliennya, Heddy Kandou, yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam sidang perkara tindak pidana korupsi, pengadaan barang dan jasa antara PT. Interdata Teknologi Sukses dengan PT. PINS Indonesia, PT. Telkom Telstra, dan PT. Infomedia Nusantara, periode tahun 2017-2018, senilai Rp. 232 miliar, di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin, merupakan tuntutan sadis dan ngarang.
Dijelaskannya, jaksa tidak mempertimbangkan keterangan dari lima saksi, yang dengan jelas dan tegas menjelasksan bahwa yang menandatangani perjanjian antara PT. Interdata Teknologi Sukses dengan PT. PINS Indonesia, PT. Telkom Telstra, dan PT. Infomedia Nusantara, bukanlah Heddy Kandou, melainkan Padmasari Metta, yang saat kejadian menjabat sebagai Direktur PT. Quartee Technologies.
Ditambahkannya, kliennya itu sudah mengundurkan diri dari PT. Quartee Technologies pada 2017 sehingga tidak ada hubungan sama sekali dengan PT. Quartee Technologies, apalagi dengan PT. Interdata Teknologi Sukses yang membuat perjanjian pengadaan barang dengan PT. PINS Indonesia, PT. Telkom Telstra, dan PT. Infomedia Nusantara.
Dalam Pledooi yang dibacakan Kaligis di persidangan pada Jumat (2/2/2024), dengan tegas, Kaligis menguraikan adanya permainan Jaksa dalam menentukan status tersangka dalam perkara ini, berdasarkan keterangan lima saksi yang ada di berkas jaksa.
“Kesaksian lima saksi fakta tersebut, sengaja diabaikan JPU, karena bila dipertimbangkan sebagai fakta hukum persidangan, maka terdakwa (Heddy Kandou) harus dituntut bebas atau diputus bebas,” tegas Kaligis.
Ditambahkannya, dalam melakukan perhitungan kerugian negarapun, dilakukan melalui perhitungan audit investigasi yang ditunjuk sendiri oleh PT. Telkom, tanpa terdakwa Heddy Kandou diperiksa dalam rangka konfirmasi dan klarifikasi.
“Yang jadi pertanyaan besarnya, mengapa tidak memakai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negaranya?,” tanya Kaligis. Dijelaskannya, karena bila pemeriksaan dilakukan BPK, maka ada dua hal yang tidak terpenuhi. Yang pertama, tidak ditemukan kerugian negara sedangkan yang kedua, tidak satu sen pun uang PT. Telkom yang digunakan terdakwa dalam kasus ini.
“Dan sebagaimana biasanya, walaupun requisitor bermula dengan kalimat ‘Pro Justitia’ justru JPU merobek-robek keadilan dengan mengabaikan fakta hukum hasil penyidikan JPU sendiri terhadap lima saksi fakta tersebut, yang baik di BAP maupun di pemeriksaan di persidangan, memberikan kesaksian dibawah sumpah, bahwa mereka tetap berpegang pada BAP mereka sendiri, yang dibuat tanpa paksaan penyidik,” tukas Kaligis.
Dijelaskannya, surat dakwaan bermula dengan uraian mengenai pengurusan barang dan jasa, yang sama sekali tidak dilakukan oleh terdakwa Heddy Kandou, tetapi oleh saksi Padmasari Metta, yang seharusnya bila dakwaan mengenai pengurusan barang dan jasa, maka semua pengurusan barang dan jasa di Telkom, dilakukan Padmasari Metta.
“Karena itu, inti dakwaan adalah pengurusan pengadaan barang dan jasa di PT Telkom, yang menurut dakwaan JPU, dilakukan oleh Heddy Kandou. Padahal kalau kita membaca kelima BAP tersebut, yang mestinya jadi terdakwa, di dalam kasus korupsi ini adalah Padmasari Metta,” kata Kaligis.
Ketika membaca berkas perkara kasus ini, Kaligis menemukan keterangan lima saksi fakta, yang menjadi bukti bahwa yang aktif menghubungi PT. Telkom adalah saksi Padmasari Metta, yang sekalipun seharusnya menjadi tersangka, ternyata dilindungi JPU, sehingga status hukumnya, hanya dijadikan saksi.
“Melalui lima Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi, terbukti pelaku utama dalam kasus ini adalah Padmasari Metta,” ujar Kaligis.
Dimana dalam BAP Moch. Rizal Otoluwa (Direktur PT. Quartee Technologies), pada 7 September 2023, Rizal menyebut pada BAP No.12, “Saya tidak tahu, namun semua pembahasan terkait kontrak dan lainnya antara PT Quartee dengan PT Telkom adalah Padmasari dengan Oky Mulyades dan Iwan Setiawan, saya hanya menandatangani kontrak yang disodorkan oleh Padmasari”.
Dan pada BAP No.16, Rizal menyebut, “Saya tidak tahu, karena yang membahas terkait hal tersebut adalah Padmasari dengan pihak Telkom”.
Demikian juga, dalam BAP No.17, Rizal mengatakan, “Yang melakukan pembicaraan adalah Padmasari dan pihak Telkom” dan dalam BAP No.23, Rizal mengatakan, “setahu saya ada pemberian Padmasari kepada Elisa Danardono (Donny) berupa cek Bank BCA sebanyak 2 (dua) kali yang nilainya sekitar Rp400 juta,- dan Rp200 juta,- namun saya tidak tahu apakah hal tersebut dapat dikategorikan pemberiaan (fee), karena Padmasari memberitahu kepada saya untuk pembayaran”.
Sedangkan dalam BAP No.25, Rizal mengatakan, “ Padmasari Metta menjelaskan kepada saya bahwa skema yang disampaikan Oky Mulyades adalah skema jual beli barang” dan di BAP No.29, Rizal menyebut, “Yang melakukan pembahasan adalah Padmasari dengan Oky Mulyades terkait proyek, bu Heddy Kandou hanya mendampingi saya saja, karena yang butuh pendanaan adalah PT. Quartee dan saat itu Ibu Heddy Kandou sudah tidak di Quartee lagi”.
Sedangkan saksi Stefanus Suwito Gozali (Direktur PT. Quartee Technologies), dalam BAP No.17, memberikan kesaksian, “…Saya juga tidak mengikuti secara langsung proyek tersebut, karena terkait financing ini PADMASARI yang berkomunikasi dengan Telkom” dan di BAP No.28, Stefanus mengatakan, “Sepengetahuan saya mekanisme ini pembahasannya dilakukan oleh pihak Telkom dengan Padmasari”.
Sedangkan saksi Syelina Yahya (SPV Finance PT. Quartee Technologies), dalam BAP No.09, tertanggal 5 September 2023, mengatakan, “Saya selaku karyawan (SPV) PT. Quartee diperintahkan oleh atasan saya yakni Sdri. Padmasari Metta untuk seolah-olah menjadi karyawan PT. Interdata yang bertugas selaku narahubung (PIC) antara ketiga anak perusahaan PT Telkom”.
Dan di BAP No.10, Syelina menjelaskan, “Saya diperintahkan oleh Sdri PADMASARI METTA untuk melakukan komunikasi dan memenuhi permintaan data yang diminta oleh PT PINS, PT Telkom Telstra dan PT Infomedia Nusantara berdasarkan petunjuk dari Sdri Padmasari Metta”.
Sedangkan di BAP No.11, Syelina mengatakan, “Sekira tahun 2017 atasan saya Sdri. Padmasari Metta memanggil saya ke ruangannya selanjutnya Sdri Padmasari memerintahkan saya agar saya bertindak sebagai karyawan PT Interdata dan Sdri Padmasari juga menyampaikan bahwa nanti akan ada orang dari Telkom akan menghubungi saya dan saya harus menginformasikan kepada Sdri. Padmasari”.
Sedangkan di BAP No.12, Syelina memberikan keterangan, “…berdasarkan perintah Sdri. Padmasari Metta tim IT membuat email tersebut dan menginstall di PC yang saya gunakan di kantor, setelah terinstall, Sdri. Padmasari Metta menyuruh saya menggunakan email tersebut dan bertindak selaku karyawan PT Interdata Teknologi Sukses”.
Dan di BAP No.12, Syelina memberikan keterangan, “…berdasarkan perintah Sdri. Padmasari Metta tim IT membuat email tersebut dan menginstall di PC yang saya gunakan di kantor, setelah terinstall, Sdri. PADMASARI METTA menyuruh saya menggunakan email tersebut dan bertindak selaku karyawan PT Interdata Teknologi Sukses”.
Sedangkan di BAP No.12, Syelina dengan tegas mengatakan, “Isi email saya adalah semua data yang diberikan oleh Sdri Padmasari Metta …” dan di BAP No.15, Syelina menjelaskan, “Saya memperoleh data dokumen/data tersebut dari Sdri. Padmasari METTA”. Di BAP No.16, Syelina mengatakan, “…Sdri Padmasari Metta menyiapkan data yang diminta lalu mengirimkan data tersebut melalui email padma@quartee.com kepada saya melalui email syelina@interdata.id untuk selanjutnya berdasarkan permintaan Sdri. Padmasari Metta saya mengirimkan data tersebut ke anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk”.
Sedangkan Saksi Rinaldo (Dirut PT. Interdata Technologies Sukses), pada BAP No.20 tertanggal 7 September 2023, memberikan keterangan, “Dari pihak Interdata petugas yang hadir adalah Selina, namun yang menjelaskan status barang pada saat itu sebagai milik PT Interdata adalah Padmasari dari Quartee….”.
Dan Saksi Sosro H. Karsosoemo, ST (karyawan BUMN Telkom) pada BAP No.16 tertanggal 4 September memberikan keterangan, “…yang ketiga selain konsumen (PT. Quartee) melalui Sdri. Padmasari Metta meyakinkan tim saya bahwa Quartee telah menerima barang…dstnya”.
“Semua keterangan kelima saksi tersebut di BAP dilakukan tanpa paksaan dan dibenarkan kembali di keterangan mereka di bawah sumpah di persidangan. Dengan menguraikan keterangan kelima saksi tersebut di atas, maka unsur ‘barang siapa’ dalam kaitannya dakwaan mengurus pengadaan barang dan jasa, sudah tidak terpenuhi, bagi terdakwa Heddy Kandou,” ujar Kaligis.
Selanjutnya tentang bukti ahli dari JPU, berupa bukti investigasi audit. “Bukti itu tidak valid dan harus dikesampingkan karena sama sekali tidak dilakukan konfirmasi dan klarifikasi lapangan terhadap terdakwa Heddy Kandou yang dituduh memperkaya diri atas dasar Pasal 2 dan 3 UU Korupsi. Dua hasil perhitungan yang hasilnya berbeda pun, membuktikan bahwa hasil audit investigasi yang sama sekali tidak independent tersebut, harus dikesampingkan,” ujar Kaligis.
Ditegaskannya kembali terdakwa Heddy Kandou, sama sekali tidak pernah menghubungi PT. Telkom, tidak pernah berurusan dengan pengurusan barang dan jasa , dan tidak pernah memperkaya diri sendiri akibat pengurusan barangdan jasa di Telkom. “JPU di persidangan Jumat lalu, coba memberikan bukti-bukti mengenai pengurusan barang dan jasa, bukti mana hanya berjumlah kurang dari enam miliar rupiah. Semua bukti yang disampaikan JPU, adalah bukti perikatan perdata, bukan dengan Telkom, tetapi dengan BCA, Bank Mega, dan dengan pihak-pihak yang melakukan perjanjian perdata dengan terdakwa, dimana berdasarkan putusan PKPU, posisi terdakwa adalah sebagai pihak berpiutang,” kata Kaligis.
Tentang Bukti Bahwa Perkara Ini Ada Tebang Pilih dan Direkayasa
Dijelaskannya, dakwaan terhadap Heddy Kandou didasarkan pada Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. “Dakwaan tersebut mestinya menyangkut kerugian keuangan negara. Karena kerugian negara, seharusnya uang tersebutb berasal dari PT. Telkom. Tetapi faktanya, uang tersebut, sama sekali tidak berasal dari PT. Telom, tetapi dari PT. PINS, PT. Telkom Telstra, dan PT. Infomedia, yang bukan Perusahaan BUMN, dan uang tersebut, berasal dari tiga Perusahaan ini, yang bukan perusahaan negara. Lalu apa relevansinya dengan dakwaan JPU?,” tanya Kaligis.
Ditambahkannya, PT. Telkom tidak pernah mengeluarkan uang negara, sebagaimana diuraikan dalam dakwaan JPU. “Itu sebabnya, bukan BPK, yang digunakan JPU, di dalam menghitung kerugian negara, karena memang tidak ada kerugian negara di dalam kasus ini,” ujar Kaligis.
Kriminalisasai Terhadap Terdakwa Heddy Kandou
“Di dalam dakwaan, JPU menguraikan peranan terdakwa Heddy Kandou sebagai pihak yang aktif menghubungi PT. Telkom. Tetapi lima saksi, memberi kesaksian, yang aktif menghubungi Telkom, adalah saksi Padmasari Metta, yang seharusnya duduk sebagai tersangka namun dilindungi JPU. Yang menjadi pertanyaan mendasar, mengapa Padmasari Metta, yang harusnya menjadi terdakwa, direkayasa sehingga hanya dijadikan saksi? Lalu bagaimana mungkin terdakwa, didakwa menggunakan uang negara, atau menerima uang negara, sedang terdakwa sama sekali tidak pernah berhubungan dengan PT. Telkom?,” tukas Kaligis.
Yang menarik, kata Kaligis, setelah berkas dinyatakan lengkap atau P-21, JPU masih saja diluar P-21 menyita barang barang dan aset Heddy Kandou, diluar berkas P-21.
“Untuk mana, kami penasehat hukum, Heddy Kandou, minta kepada Yang Mulia Majelis Hakim, agar mengangkat sita tersebut, karena sama sekali tidak ada hubungannya dengan substansi perkara,” ujar Kaligis.
Adapun aset yang disita setelah penetapan P-21, dan sama sekali tidak masuk dalam berkas perkara, menjadi bukti bahwa JPU telah merampok aset terdakwa, tanpa ada yang peduli terhadap pelanggaran kekuasaan yang telah dilakukan JPU.
Akibatnya, penegakan keadilan makin carut marut. “Semoga dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim, Majelis Hakim tidak menutup mata terhadap kesaksian dibawah sumpah lima saksi tersebut diatas, yang dibawah sumpah, dengan terang benderang memberi kesaksian, bahwa Padmasari Metta lah satu satunya orang yang berperan dalam pengurusan barang dan jasa PT. Telkom,” tukas Kaligis.
Walaupun sebagai praktisi, hampir tidak mungkin diputus bebas, kami tetap berkeyakinan bila lima saksi fakta yang dibawah sumpah jelas memberi keterangan keterlibatan Padmasari Metta dalam kasus ini, maka terdapat alasan untuk memvonis bebas terdakwa Heddy Kandou. (ris)