April 19, 2024

Kabar Senator

Media Aspirasi dan Inspirasi Daerah

Home » MAHUPIKI Gelar Sosialisasi KUHP Guru Besar UGM: Kedepankan Keadilan Hukum di Indonesia

MAHUPIKI Gelar Sosialisasi KUHP Guru Besar UGM: Kedepankan Keadilan Hukum di Indonesia

KS, MEDAN – Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional yang baru disahkan oleh DPR RI pada tahun 2022 lalu dinilai sebagai sebuah kemajuan dan mampu memberikan alternatif sanksi hukum.

Terkait hal tersebut, Prof. Marcus Priyo Gunarto menganggap jika Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru mengedepankan keadilan hukum di Indonesia sehingga tidak hanya memberikan ketegasan. Salah satunya adalah adanya alternatif sanksi bagi pelaku pelanggaran tindak pidana.

“Keunggulan dari KUHP baru itu adanya alternatif-alternatif sanksi. Pidana penjara bisa diganti pidana denda, pidana denda bisa diganti dengan pengawasan atau kerja sosial,” kata Prof Marcus di Hotel Grand Mercure Medan, Sumatra Utara, Senin (9/1/2023).

Ia pun memberi contoh dalam KUHP lama sebagian besar menekankan pada jenis pidana perampasan kemerdekaan sedangkan dalam konteks KUHP Nasional atau KUHP baru diberi kemungkinan apabila hakim menjatuhkan pidana kurang dari 5 atau 3 tahun, dia bisa memilih yang pidanan denda, pidana kerja sosial atau pidana pengawasan.

Menurutnya dengan adanya perubahan paradigma tersebut dapat mempengaruhi dalam peradilan Indonesia kedepan. Hal tersebut sangat konstitusional karena dalam UUD 1945 pasal 28 huruf d ada phrasa setiap warga negara harus mendapatkan kepastian hukum yang substantif. Setiap warga negara harus mendapatkan kepastian hukum yang adil bukan hanya dari Undang -undang. Harus diutamakan Keadilan.

Pada kesempatan yang sama, Pakar Hukum Universitas Indonesia Prof.Surastini mengatakan bahwa masih ada sejumlah pasal yang menjadi isu krusial dan perlu pembahasan agar menjadi lebih jelas. Untuk itu, pemerintah akan serius dalam menyempurnakan KUHP baru agar sesuai dan mencerminkan nilai luhur bangsa.

Setidaknya ada 14 isu krusial dalam KUHP baru diantaranya: Living Law (hukum yang hidup dalam masyarakat), pidana mati, penghinaan Presiden atau Wakil Presiden, tindak pidana terhadap agama, kepercayaan dan kehidupan beragama atau kepercayaan, tindak pidana penganiayaan hewan, tindak pidana aborsi hingga perzinahan dan perzinaan, kohabitasu dan perkosaan dalam perkawinan.

Sementara itu, Guru besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Dr. Pujiyono, SH. M.Hum., menjelaskan urgensi dari penyusunan KUHP agar sesuai dengan nilai-nilai yang melekat pada NKRI.

“Misi agar KUHP yang ada segera digantikan, adalah misi dekolonisasi yaitu melepaskan konsep ide yang tercermin KUHP yang diwarnai ide kolonialisasi. Lalu ide sinkronisasi, modernisasi, dan juga aktualisasi sistem nilai kita. Hukum pidana kita harus dibuat sesuai dengan perkembangan global dan ilmu pengetahuan,” jelas Pujiono.

Lahirnya KUHP Nasional juga merupakan perwujudan reformasi sistem hukum pidana nasional secara menyeluruh. Hal ini merupakan kesempatan untuk dapat melahirkan sistem hukum pidana nasional yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa, serta hak asasi manusia yang sifatnya universal.

KUHP baru yang menggusur KUHP warisan kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie) itu akan mengalami masa transisi 3 tahun dan berlaku efektif pada 2025.

Sejauh ini, sosialisasi KUHP baru telah rutin dilakukan dengan tujuan untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. tiga tahun adalah waktu yang cukup bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan terhadap para penegak hukum dan stakeholders. (ris)

ArabicChinese (Simplified)EnglishIndonesianRussianSpanish