KS, JAKARTA – Gubernur Papua non aktif Bapak Lukas Enembe dengan tegas mengatakan, tidak pernah merekomendasikan Pitun Enumbi untuk mendapatkan proyek pembangunan sarana dan prasarana di Pemprov Papua. Lukas Enembe juga dengan tegas mengatakan, tidak ada kesepakatan pemberian fee 10 persen dari Pitun Enumbi terkait pengerjaan proyek di lingkungan Pemprov Papua.
Hal tersebut diungkapkan Bapak Lukas Enembe saat didengar keterangannya sebagai Terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/8/2023). Menurut Bapak Lukas, pihaknya tidak pernah merekomendasikan proyek tertentu ke Pitun Enumbi. “Tidak ada ! ,” tegas Bapak Lukas menjawab pertanyaan jaksa.
Ditanya jaksa apa ada kesepakatan pemberian fee 10 persen dari Pitun ke Bapak Lukas Enembe bila memenangkan proyek tertentu, Bapak Lukas mengatakan, tidak ada. “Tidak ada fee !, fee itu tidak ada. Tidak ada fee 10 persen !, saya jawab tidak ada,” tegas Bapak Lukas ke arah jaksa.
Demikian juga saat ditanya apakah ada transfer uang dari Pitun Enumbi untuk peembelian barang, Bapak Lukas mengatakan, tidak. Seperti diketahui, dalam dakwaan, disebutkan pengusaha Pitun Enumbi memberikan sejumlah uang kepada Bapak Lukas Enembi sebagai fee untuk pengerjaan proyek di Papua.
Dalam sidang, Bapak Lukas Enembe dengan tegas mengatakan, melakukan penukaran uang dari rupiah ke dollar Singapura, untuk keperluan berobat dan bukan untuk judi. “Berobat, tidak ada keperluan lain, tidak ada (untuk judi), saya tidak begitu-begitu !. Judi tidak ada !. Kau ngomong judi terus !. Tidak ada judi !,” tegas Bapak Lukas menjawa pertanyaan Jaksa.
Sedangkan terkait dengan kontraktor Rijatono Lakka, yang disebut dalam dakwaan jaksa, memberikan uang satu miliar rupiah ke dirinya, Bapak Lukas mengatakan, bahwa uang satu miliar rupiah itu miliknya sendiri. “Itu uang saya, waktu itu Covid, dan saya di Jakarta untuk berobat, minta tolong Tono (Rijatono untuk transfer). Itu untuk keperluan berobat di Jakarta,” tegas Bapak Lukas.
Kemudian jaksa kembali bertanya, apa pernah menerima dari Rijatono sejumlah fasilitas? Bapak Lukas mengatakan, bikin meja dan mebeler itu, dibayar sendiri. “Bikin meja, mebel di rumah, mebeler, itu saya bayar sendiri,” tegas Bapak Lukas.
Demikian juga saat ditanya kepemilikan Hotel Angkasa di Jayapura, Bapak Lukas Enembe mengatakan, tidak tahu.
Karena masih dalam keadaan sakit, Bapak Lukas Enembe terlihat bergetar kedua tangannya dalam sidang. Melihat hal itu, hakim menskors sidang dan minta jaksa memanggil dokter untuk melakukan pengecekan tensi darah. Bapak Lukas sempat dibawa ke belakang ruang sidang, untuk diperiksa dokter KPK.
Dalam pemeriksaan diketahui tensinya, 180/100, dan disarankan dokter untuk dirujuk ke UGD RSPAD. Dengan berkursi roda, Bapak Lukas dibawa ke RSPAD.
Menurut Kuasa hukum Bapak Lukas, OC Kaligis, sebagai terdakwa, Bapak Lukas tidak diwajibkan untuk membuktikan perbuatannya. “Tapi jaksa tanya terus, padahal Bapak Lukas dalam keadaan sakit, berdasarkan Pasal 66, tidak ada kewajiban terdakwa membuktikan perbuatannya. Ternyata di persidangan, diketahui tensinya tinggi 180. Kalau ada apa apa, KPK tanggung jawab,” ujar Kaligis, yang didampingi Antonius Eko Nugroho dan Cosmas Refra.
“Karena tensinya tinggi Bapak dibawa ke UGD RSPAD Gatot Subroto,” kata Petrus Bala Pattyona, pengacara lainnya Bapak Lukas (*)
Kabar Lainnya
Hadiri Simakrama Pujawali di Makassar, Ketua Umum PHDI Ingatkan Gotong Royong dan Demokrasi
Penyuluh Hindu se-Jawa Barat Siap Dana Punya Wajib Setiap Bulan
Menteri LHK Sampaikan Kabar Gembira Kelahiran Satu Ekor Badak Sumatera di Taman Nasional Way Kambas